Perencanaan Pembangunan Desa yang Responsif dan Partisipatif

Perencanaan desa yang ideal tentu bersifat responsif dan partisipatif. Perencanaan yang responsif itu memperlihatkan bahwa pemerintah daerah mempunyai komitmen politik yang tinggi dan substansi perencanaan daerah hendak menjawab masalah yang dihadapi masyarakat serta betul-betul mengarah pada tujuan kesejahteraan masyarakat desa. Perencanaan responsif itu diwujudkan dengan perencanaan dan penganggaran yang pro poor (pro poor planning and budgeting), yakni perencanaan dan penganggaran yang berpihak pada orang miskin untuk mengangkat harkat martabat mereka.

perencanaan pembangunan desa
Parencanaan responsif harus paralel dengan perencanaan partisipatif. Jika perencanaan responsif bermakna pemerintahan desa yang aktif, sementara perencanaan partisipatif bermakna masyarakat yang aktif. Pertemuan antara responsivitas dan partisipasi itulah yang disebut dengan engagement (dalam bahasa Jawa: manjing ajur ajer), sebagai sebuah rute utama untuk menghasilkan reformasi tata pemerintahan lokal yang berkelanjutan.

Perencanaan partisipatif sendiri sekarang menjadi harapan masyarakat, menjadi wacana yang meluas dan secara resmi juga ditegaskan dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) melalui UU No. 25/2004. Secara umum, UU Nomor 25/2004 ini menjamin kepastian partisipasi masyarakat dalam setiap proses perencanaan pembangunan dan keterpaduan antara pembangunan di daerah dengan arah kebijakan pembangunan nasional. Lebih tegas pasal 2 ayat (4) menyatakan bahwa Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional bertujuan untuk:

  1. Mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan;
  2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah, maupun antara pusat dan daerah;
  3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan;
  4. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan
  5. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.

Penyusunan Dokumen Rencana Pembangunan

Penyusunan dokumen rencana pembangunan dilakukan melalui proses koordinasi antar lembaga pemerintahan desa dan proses partisipasi seluruh pelaku pembangunan dalam suatu forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (MUSRENBANG). Proses perencanaan pembangunan di desa harus dilakukan secara partisipatif. Ini berarti bahwa pemerintah desa/kota dan masyarakat sipil mulai mendapat tempat untuk mengawal usulan perencanaan pembangunan dari desa/kelurahan hingga Kabupaten/ Kota. Model perencanaan pembangunan daerah versi SE Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala BAPPENAS dan Menteri Dalam Negeri Nomor 0259/M.PPN/I/2005 dan 050/166/SJ tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan MUSRENBANG 2005 terlihat lebih akomodatif dengan semangat demokratisasi yang sekarang terjadi di Indonesia. Tentang partisipasi misalnya, peserta perencanaan pembangunan lebih luas dengan melibatkan seluruh komponen yang ada di masyarakat. Adanya fasilitator dari unsur masyarakat dan aparat pemerintah yang mempersiapkan MUSRENBANG desa/kelurahan membuat kemungkinan bias elit dapat diminimalisasi. Begitu pula dengan adanya ketentuan yang mensyaratkan keikutsertaan wakil peserta MUSRENBANG desa/kelurahan sebagai peserta MUSRENBANG kecamatan; wakil peserta MUSRENBANG kecamatan sebagai peserta MUSRENBANG kabupaten/kota merupakan langkah maju menghindari perencanaan yang tidak berkesinambungan yang selama ini sering terjadi.

Begitu pula dengan adanya ketentuan yang mensyaratkan keikutsertaan wakil peserta musrenbang desa/kelurahan sebagai peserta musrenbang kecamatan; wakil peserta musrenbang kecamatan sebagai peserta musrenbang di kabupaten merupakan langkah maju menghindari missing-link yang selama ini kerap terjadi. Formulasi perencanaan pembangunan ini juga mensyaratkan adanya Alokasi Dana Desa (ADD). Bila kita mampu menjalankan konsep ini, maka desentralisasi pembangunan akan tercapai, dimana desa secara internal mampu menjalankan konsep perencanaan dengan adanya dana perimbangan dari kabupaten.

Dengan demikian, perencanaan partisipatif adalah perencanaan yang bertujuan melibatkan kepentingan rakyat dan dalam prosesnya melibatkan rakyat (baik langsung maupun tidak langsung). Tujuan dan cara harus dipandang sebagai sebuah kesatuan. Tujuan untuk kepentingan rakyat yang bila dirumuskan dengan tanpa melibatkan rakyat maka akan sulit dipastikan rumusannya akan berpihak kepada rakyat.

Melibatkan masyarakat secara lansung akan membawa tiga dampak penting yaitu: 

  1. Terhindar dari peluang terjadinya manipulasi keterlibatan rakyat sehingga akan memperjelas apa yang sebetulnya dikehendaki dan dibutuhkan masyarakat.
  2. Memberi nilai tambah pada legitimasi rumusan perencanaan. Semakin banyak jumlah mereka yang terlibat akan semakin baik.
  3. Meningkatkan keswadayaan dalam mengelola (merencanakan, melaksanakan, memantau dan menilai, memanfaatkan serta melestarikan hasil) pembangunan yang bertumpu pada kemampuan dan kemandirian masyarakat.

Perencanaan pembangunan partisipatif akan berjalan dengan baik apabila prakondisi yang diperlukan dapat terpenuhi. Setidaknya ada enam prinsip dasar dalam perencanaan partisipatif, yaitu:

a. Saling percaya.

Diantara semua pihak yang terlibat dalam penyusunan perencanaan harus saling percaya, saling mengenal dan dapat bekerjasama. Untuk menumbuhkan rasa saling percaya dituntut adanya kejujuran dan keterbukaan.

b. Kesetaraan.

Prinsip kesetaraan dimaksudkan agar semua pihak yang terlibat dalam penyusunan perencanaan dapat berbicara dan mengemukakan pendapatnya, tanpa adanya perasaan tertekan.

c. Demokratis

Prinsip demokrasi menuntut adanya proses pengambilan keputusan yang merupakan kesepakatan bersama, bukan merupakan rekayasa suatu kelompok tertentu.

d. Nyata

Perencanaan hendaknya didasarkan pada segala sesuatu masalah dan kebutuhan yang nyata, bukan berdasarkan sesuatu yang belum jelas keberadaannya atau kepalsuan (fiktif).

e. Taat asas dalam berpikir

Prinsip ini menghendaki dalam penyusunan perencanaan harus menggunakan cara berpikir obyektif, runtut dan mantap.

f. Terfokus pada kepentingan warga masyarakat

Perencanaan pembangunan hendaknya disusun berdasarkan permasalahan dan kebutuhan yang dekat dengan kehidupan masyarakat. Perencanaan yang berdasarkan pada masalah dan kebutuhan nyata masyarakat, akan mendorong tumbuhnya partisipasi masyarakat.

sumber : Hastowiyono.2008. Perencanaan Berbasis Masyarakat

0 Response to "Perencanaan Pembangunan Desa yang Responsif dan Partisipatif"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel