Prinsip dan Strategi Desa Siaga Bencana

Desa yang disebut dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 diartikan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah, berwewenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (BNPB, 2012)

Desa Siaga Bencana Covid 19

Desa siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri. (Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 2010)

Menurut BNPB (2012), yang dimaksud desa/kelurahan tangguh bencana adalah desa/kelurahan yang memiliki kemampuan mandiri untuk beradaptasi dan menghadapi potensi ancaman bencana, serta memulihkan diri dengan segera dari dampak bencana yang merugikan. (Febriana. Et al 2015)


PRINSIP-PRINSIP

1. Bencana adalah urusan bersama

Bencana dapat menimpa siapa saja,tidak peduli usia, jenis kelamin, tingkat kesejahteraan, dan latar belakang dan politik. Oleh karena itu bencana merupakan urusan semua orang. Siapa pun turut bertanggung jawab dan wajib bersolider dengan korban dan penyitas bencana.

2. Berbasis Pengurangan Risiko Bencana

Pengembangan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana harus berdasarkan analisis risiko dan upaya sistematis untuk mengurangi risiko ini serta meningkatkan masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana.

3. Pemenuhan Hak Masyarakat

Penyelenggaraan Program Pengembangan Desa/ Kelurahan Tangguh merupakan pemenuhan hak masyarakat dalam penanggulangan bencana.

4. Masyarakat Menjadi Pelaku Utama

Dalam proses mewujudkan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, masyarakat harus menjadi pelaku utama, meskipun dukungan teknis dari pihak luar juga sangat dibutuhkan.

5. Dilakukan Secara Partisipatoris.

Program Desa/Kelurahan Tangguh Bencana mendorong pengakuan atas hak dan ruang bagi setiap warga untuk menyampaikan suaranya dalam proses program. 

6. Mobilisasi Sumber Daya Lokal.

Prakarsa pengurangan risiko bencana juga merupakan upaya pengerahan segenap aset, baik modal material maupun modal sosial, termasuk kearifan lokal masyarakat sebagai modal utama. Kemampuan untuk memobilisasi sumber daya menjadi salah satu ukuran untuk melihat ketangguhan desa.

7. Inklusif.

Program pengembangan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana menggunakan prinsip pelibatan semua pihak, dengan mengakomodasi daya dari berbagai kelompok di dalam maupun di luar desa sebagai bagian dari jaringan sosial komunitas desa yang berdasarkan solidaritas dan kerelawanan.

8. Berlandaskan Kemanusiaan.

Program pengembangan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana merupakan bagian dari upaya untuk mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan berusaha memenuhi semua hak dasar dengan tetap meyakini bahwa perbedaan dan keragaman adalah suatu kekuatan. 

9. Keadilan dan Kesetaraan Gender.

Keadilan gender merupakan proses yang adil bagi perempuan dan laki-laki secara sosial-budaya. Keadilan mengantar kepada kesetaraan gender. 

10. Keberpihakan Pada Kelompok Rentan.

Program Pengembangan Desa/Kelurahan Tangguh mengutamakan kelompok-kelompok yang dianggap rentan di dalam masyarakat. 

11. Transparansi dan Akuntabilitas.

Transparansi dan akuntabilitas terutama berkaitan dengan pengambilan keputusan dan pengelolaan sumber daya. 

12. Kemitraan.

Program akan mengutamakan kemitraan atau kerjasama antara individu, kelompok atau organisasi-organisasi untuk melaksanakan dan mencapai tujuan bersama.

13. Multi Ancaman.

Kegiatan pengurangan risiko bencana harus mempertimbangkan potensi risiko dari seluruh ancaman yang dihadapi warga masyarakat dan desa/kelurahan. Pemetaan risiko yang dilakukan bisa jadi akan mendapati adanya beberapa ancaman sekaligus di satu wilayah. Oleh karena itu, perencanaan aksi dan perencanaan pembangunan juga harus mempertimbangkan penanggulangan daribeberapa ancaman tersebut.

14. Otonomi dan Desentralisasi Pemerintahan.

Dalam konteks desentralisasi pembangunan, desa ditempatkan sebagai entitas yang otonom/mandiri. Prinsip otonomi adalah masyarakat memiliki hak dan kewenangan mengatur diri secara mandiri dan bertanggung jawab, tanpa intervensi dari luar, dalam pengelolaan pembangunan. 

15. Pemanduan ke Dalam Pembangunan Berkelanjutan.

Pengurangan risiko bencana berbasis masyarakat diarahkan agar menjadi bagian terpadu dari rencana dan kegiatan pembangunan rutin, serta menjadi bagian dari kebijakan-kebijakan sektoral. Begitu pula sebaliknya, setiap proses pengelolaan pembangunan harus memasukkan unsur-unsur pengurangan risiko bencana (analisis ancaman, kerentanan dan risiko serta rencana-rencana mitigasi). 

16. Diselenggarakan Secara Lintas Sektor.

Keberhasilan kerja koordinasi lintas sektor akan menjamin adanya pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dalam program sektoral sehingga mengefektifkan kerja-kerja pengurangan risiko bencana dalam mewujudkan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana. 


Strategi-strategi yang dapat diterapkan untuk mewujudkan desa tangguh bencana

  1. Pelibatan seluruh lapisan masyarakat, terutama mereka yang paling rentan secara fisik, ekonomi, lingkungan, sosial dan keyakinan, termasuk perhatian khusus pada upaya pengarusutamaan gender ke dalam program.
  2. Tekanan khusus pada penggunaan dan pemanfaatan sumber daya mandiri setempat dengan fasilitasi eksternal yang seminimum mungkin.
  3. Membangun sinergi program dengan seluruh pelaku (kementerian, lembaga negara, organisasi sosial, lembaga usaha, dan perguruan tinggi) untuk memberdayakan masyarakat desa/kelurahan.
  4. Dukungan dalam bentuk komitmen kebijakan, sumber daya dan bantuan teknis dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota dan pemerintah desa sesuai kebutuhan dan bila dikehendaki masyarakat.
  5. Peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan potensi ancaman di desa/kelurahan mereka dan akan kerentanan warga. 
  6. Pengurangan kerentanan masyarakat desa/kelurahan untuk mengurangi risiko bencana.
  7. Peningkatan kapasitas masyarakat untuk mengurangi dan beradaptasi dengan risiko bencana.
  8. Penerapan keseluruhan rangkaian manajemen risiko mulai dari identifikasi risiko, pengkajian risiko, penilaian risiko, 
  9. Pencegahan, mitigasi, pengurangan risiko, dan transfer risiko.
  10. Pemaduan upaya-upaya pengurangan risiko bencana ke dalam pembangunan demi keberlanjutan.
  11. Pengarusutamaan pengurangan risiko bencana ke dalam perencanaan program dan kegiatan lembaga/institusi sosial desa/kelurahan, sehingga PRB menjiwai seluruh kegiatan di tingkat masyarakat 






 



 

0 Response to "Prinsip dan Strategi Desa Siaga Bencana"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel